Oleh: Syuhada Gultom
Berdagang
sampai subuh. Meski beralas plastik, harganya menjangkau masyarakat.
Di kota besar Jakarta, sudah jadi
pemandangan biasa, jika pedagang-pedagang kaki lima menggelar dagangannya di
pinggir jalan. Dan, juga bukan hal yang aneh, jika mereka tak sepi dari
pembeli. Kejadian serupa ini pun dapat dijumpai, di jalan Bekasi Barat Raya,
sekitar 200 meter dari Stasiun Jatinegara, ke arah Pondok Kopi.
Mereka adalah para pedagang Hand phone second. Cukup dengan
menggelar tikar plastik, sambil lesehan di atas trotoar, mereka
sudah siap bertransaksi. Beraneka ragam jenis hape berikut aksesoris dan
perlengkapannya, terhampar di sana. Bedanya, barisan pedagang ini, hanya dapat
ditemui mulai dari Jam 5 sore hingga larut malam. “kita jualan di sini bahkan sampai
subuh, mas,” ucap Muhammad Amin, salah seorang dari mereka.
Kepada Jakarta Baru, Senin, pekan lalu, Amin mengatakan sudah lama
berjualan di sana. Ia mengambil tempat paling ujung, di bawah fly over. Berdagang di tempat itu,
lanjut Amin, bisa tergantung cuaca. “Kalau hujan datang, kebanyakan gak bisa
dagang, karena atapnya langit,” ujarnya bergurau. Tapi, jika cuaca cerah, bisa
sampai 200-an pedagang yang menjajakan barangnya.
Awalnya, Amin mengaku tak punya
pilihan lain, sehingga menekuni pekerjaan seperti itu. Rupanya, setelah
menjalani sekian waktu, ia merasa betah dan nyaman berjualan hand phone di “pasar lesehan” itu. Pasalnya,
“nggak ada kericuhan, nggak ada preman-preman yang
mengganggu kami mencari nafkah di sini,” paparnya.
Ditemui tak jauh dari pasar, Hery yang dianggap para
pedagang sebagai perintis pasar, membenarkan situasi dagang di sana yang
relatif aman. Mereka, ungkap hery, hanya perlu merogoh kocek Rp. 2.000 per harinya untuk biaya
listrik. “itu pun sudah termasuk biaya keamanan, tak ada pungutan lain,” terang
Hery meyakinkan.
Alhasil, para pedagang bisa bertahan cukup
lama. Kendati
barang dagangan serupa juga banyak dijual di Mall, mau pun pasar permanen
lainnya. Eko Julianto, seorang mahasiswa yang kerap belanja di sana, mengungkapkan miringnya pasaran harga. Hand phone second Blackberry Onxy 1,
misalnya, bisa didapatkan dengan harga 30 % persen lebih murah ketimbang
belanja di Mall. Bahkan, charge Blackberry
bisa laku separuh harga Mall, untuk tipe yang sama. “Wajar rame, harganya
terjangkau,” kata eko.
Jadi, tak heran, jika omzet pedagang hand phone seperti Amin, bisa mencapai
Rp. 700.000 per hari. Namun, ada kecendrungan unik para konsumen di pasar itu. Dari
awal sampai pertengahan bulan, kebanyakan datang untuk membeli. Selepas itu,
kebanyakan datang untuk menjual hand
phone-nya. “Maklum, tanggal tua, mungkin butuh uang, suka gonta ganti hape
mereka,” Lontar herry tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar