Sabtu, 02 Maret 2013

Rejeki Pasar Atap Langit

Oleh: Syuhada Gultom

Berdagang sampai subuh. Meski beralas plastik, harganya menjangkau masyarakat.
Di kota besar Jakarta, sudah jadi pemandangan biasa, jika pedagang-pedagang kaki lima menggelar dagangannya di pinggir jalan. Dan, juga bukan hal yang aneh, jika mereka tak sepi dari pembeli. Kejadian serupa ini pun dapat dijumpai, di jalan Bekasi Barat Raya, sekitar 200 meter dari Stasiun Jatinegara, ke arah Pondok Kopi.
Mereka adalah para pedagang Hand phone second. Cukup dengan menggelar tikar plastik, sambil lesehan di atas trotoar, mereka sudah siap bertransaksi. Beraneka ragam jenis hape berikut aksesoris dan perlengkapannya, terhampar di sana. Bedanya, barisan pedagang ini, hanya dapat ditemui mulai dari Jam 5 sore hingga larut malam. “kita jualan di sini bahkan sampai subuh, mas,” ucap Muhammad Amin, salah seorang dari mereka.
Kepada Jakarta Baru, Senin, pekan lalu, Amin mengatakan sudah lama berjualan di sana. Ia mengambil tempat paling ujung, di bawah fly over. Berdagang di tempat itu, lanjut Amin, bisa tergantung cuaca. “Kalau hujan datang, kebanyakan gak bisa dagang, karena atapnya langit,” ujarnya bergurau. Tapi, jika cuaca cerah, bisa sampai 200-an pedagang yang menjajakan barangnya.
Awalnya, Amin mengaku tak punya pilihan lain, sehingga menekuni pekerjaan seperti itu. Rupanya, setelah menjalani sekian waktu, ia merasa betah dan nyaman berjualan hand phone di “pasar lesehan” itu. Pasalnya, “nggak ada kericuhan, nggak ada preman-preman yang mengganggu kami mencari nafkah di sini,” paparnya.
Ditemui tak jauh dari pasar, Hery yang dianggap para pedagang sebagai perintis pasar, membenarkan situasi dagang di sana yang relatif aman. Mereka, ungkap hery, hanya perlu merogoh kocek Rp. 2.000 per harinya untuk biaya listrik. “itu pun sudah termasuk biaya keamanan, tak ada pungutan lain,” terang Hery meyakinkan.
Alhasil, para pedagang bisa bertahan cukup lama. Kendati barang dagangan serupa juga banyak dijual di Mall, mau pun pasar permanen lainnya. Eko Julianto, seorang mahasiswa yang kerap belanja di sana, mengungkapkan miringnya pasaran harga. Hand phone second Blackberry Onxy 1, misalnya, bisa didapatkan dengan harga 30 % persen lebih murah ketimbang belanja di Mall. Bahkan, charge Blackberry bisa laku separuh harga Mall, untuk tipe yang sama. “Wajar rame, harganya terjangkau,” kata eko.
Jadi, tak heran, jika omzet pedagang hand phone seperti Amin, bisa mencapai Rp. 700.000 per hari. Namun, ada kecendrungan unik para konsumen di pasar itu. Dari awal sampai pertengahan bulan, kebanyakan datang untuk membeli. Selepas itu, kebanyakan datang untuk menjual hand phone-nya. “Maklum, tanggal tua, mungkin butuh uang, suka gonta ganti hape mereka,” Lontar herry tertawa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar